Pustakawan VS Dosen
Memory in ISI
Edisi Curhatt
Selasa, 26 Maret 2013 adalah hari
yang penuh dengan kenangan. Kenangan
manis dan pahit tentunya, hehe. Pukul 09.30 kami (aku, Heni dan Aswi) meluncur
ke UPT Perpustakaan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Yang ada
difikiranku ketika sampai di depan gedung perpustakaannya adalah “siap-siap ae
jadi orang ‘katrok’ disini”, wkakaka. Wuihhh banyak mahasiswanya yang nyeni,
eheee. Ya waktu itu sih banyak mahasiswinya yang tidak berjilbab, tapi it’s ok semua
itu adalah hak semua orang mau berpenampilan seperti apa :D.
Nah, ketika kami masuk di ruang
perpustakaan, langsung deh ketemu sama pustakawannya yang lagi shelving. “Ngisi presensi dulu mbak”,
kata pustakawan a. “Umbb, gini bu, kami dari UIN maksud kedatangan kami kesini ingin
tanya-tanya tentang budaya lokal yang ada di Jogja”, kataku. “Udah punya kartu
sakti belum?”, kata pustakawan a. “Belum bukk”, serempak kami bertiga menjawab.
“Ya sini mbuat kartu sakti dulu, sini mbak”, kata pustakawan a lg. Waduuuhhhh,
lha kok kon nggawe kartu sakti cahh, haha. “Gini bu kami cuma ingin tanya-tanya
tentang budaya lokal yang ada di Jogja yang belum dipublikasikan”, jawab Heni.
“Lha iya mbak, harus buat kartu sakti dulu”, sahut pustakawan b dengan sewott
haha. Yawis deh akhirnya kami dan pustakawan-pustakawan itu saling ngotot
ngomongnya, ckikikik. Akhirnya ni guys, kami nggak jadi mbuat kartu sakti dan
nggak dapet info dehh, mengenaskan ehekhekhek :p. Cabuttt mbak berohhh, hahaha.
Hmmmb, pas
ngambil motor ketemu nih sama mahasiswa ISI jurusan televisi. Eh kalau aku
jurusan Jogja-Bantul aja haha. Si kepo Heni beraksi dehh :D. Hasil kepo adalah
kami disarankan untuk bertemu langsung sama dosen-dosennya. Hah ciyusss?
Wkakaka. Dengan semangat membara dan agak ragu kami langsung meluncur ke
fakultas pertunjukkan seni tari. Tapi nih guys, kami sempat salah masuk gedung,
ckaaka. Alhasil malah dapet vitamin A deh (ada cowok ganteng-ganteng :D).
Yasudd, kami nyelonong naik ke lantai 2 dannn ... langsung menemukan 1 wanita dan
4 pria, hehe. Hmm, ternyata beliau-beliau itu adalah dosen dan ada yang sudah mendapatkan
gelar profesor lohh. Ketika kami mengutarakan maksud dan tujuan berkunjung ke
ISI, WAOW!! Sambutan hangat pun kami terima guys. Alhamdulillah yahh J.
Ditemani tiga dosen ISI, kami tancap gas
nih buat ngepo-ngepo hehe. Walaupun dengan waktu yang mepet karena
beliau-beliau tersebut ada acara, namun kami tetap memanfaatkan waktu dong yaa
:D. Yaa kami sih mendapatkan informasi walaupun tidak sesuai dengan apa yang kami
harapkan. Terkendala waktu sih, huhu. Kami sadar diri dong ya udah menyita
waktu orang-orang penting tersebut hehe. Yawislah akhir kata kami pamit dan
nggak lupa mengucapkan terima kasih, matur nuwun J.
Inilah yang aku
maksud pustakawan VS dosen. Dua profesi yang berbeda dan mempunyai ketenaran
yang berbeda pula. Walaupun aku ini ‘calon’ pustakawan, bukan bermaksud juga
untuk merendahkan, menyepelekan atau sebangsanya. Ya pantes aja kalau sampai
detik ini profesi pustakawan masih dianggap rendah oleh masyarakat. Karena apa?
Karena pustakawan itu sendiri guys. Banyak dosenku yang bilang sebenarnya
profesi pustakawan itu sama dengan profesi lainnya. Namunn, jangan heran kalau
paradigma masyarakat masih seperti itu. Bener nih, pustakawan memang harus
banting stir, mulai berbenah dan yang pasti jangan sewot-sewot dong (bukan
pustakawan ISI aja lho :p). Ya mungkin kalau pustakawan ISI sewot karena kami
ngeyel, ehehe. So, profesi apapun itu harus mempunyai karisma dan kewibaan
tinggi di mata masyarakat. Ya kita seharusnya harus konsisten dengan pekerjaan
kita. Tanggung jawab kepada masyarakat itulah yang paling penting. Hargai
profesi kita, dengan begitu kita akan dihargai oleh orang lain. Cemungud
cemungud untuk kita semua. Berjiwa sareh (kata pak Blasius), narsis (katanya
Maknyak Labibah), dan berkompeten (kataku) haha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar