Oleh : Esti Pratiwi
Hak cipta
atau copyright merupakan hak untuk melindungi budaya. Salah satu jenis budaya
adalah budaya menulis yang menghasilkan tulisan. Menulis, tentu saja
menggunakan pikiran atau kekayaan intelektual. Maka dari itu, hak kekayaan
intelektual termasuk dalam copyright. Selain hak kekayaan intelektual, hak
moral juga termasuk dalam copyright. Yang dimaksud hak moral adalah hak moral
pencipta. Copyright merupakan hak untuk melindungi karya seseorang dari hasil
pemikiran intelektualitasnya. Hak kekayaan intelektual tersebut dapat dialihkan
kepada orang lain dan copyright dapat dijadikan sebagai uang. Mengapa copyright
dapat dijdikan sebagai uang? Karena salah satu cara menghargai copyright dapat
dilakukan dengan memperbanyak karya dari orang tersebut sehingga
intelektualitasnya merasa dihargai, yang tentu saja untuk tujuan komersial dan pencipta
karya akan mendapatkan royalti dai pihak yang menerbitkan.
Copyright
pada dasarnya adalah hak memperbanyak suatu ciptaan. Copyright tersebut
dimiliki oleh pencipta karya tersebut yang dilindungi Undang-Undang. Jadi,
copyright bukan permasalahan yang mudah dalam memperbanyak suatu karya. Bisa
jadi, orang yang memperbanyak suatu karya dapat dihukum karena keteledoran
dalam hal copyright.
Di Indonesia, hak cipta atau
copyright diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Bab I pasal 1 ayat 1 telah dijelaskan bahwa Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Memperbanyak
ciptaan untuk kepentingan perorangan atau keluarga, tidak melanggar hak cipta
(copyright). Apabila ciptaan diperbanyak untuk kepentingan suatu perusahaan, maka
dianggap untuk kepentingan bisnis dan penggunanya tidak lagi dianggap untuk
kepentingan pribadi dan ciptaan yang bersangkutan tidak dapat disalin secara
bebas.
Lalu
bagaimanakah penerapan copyright di perpustakaan? Perpustakaan sebagai tempat
penyedia informasi harus mampu menyediakan informasi dengan teliti. Salah satunya
harus memperhatikan permasalahan copyright yang ada di setiap bahan pustaka. Perpustakaan
tidak melanggar copyright apabila memperbanyak sebagian atau seluruh ciptaan
tetapi tetap mencantumkan penciptanya. Perbanyakan ciptaan tersebut tidak
dianggap melanggar copyright karena semata-mata untuk kepentingan pendidikan. Permasalahannya
adalah, bagaimana dengan pengguna yang memfotokopi ciptaan yang ada di
perpustakaan? Seharusnya ada peraturan yang mengatur batas maksimal pengguna
yang ingin memfotokopi ciptaan tersebut. Karena dapat kita lihat, warung
fotokopi yang ada di perpustakaan juga untuk kepentingan bisnis karena pengguna
harus membayar sejumlah uang untuk biaya pengganti fotokopi tersebut. Maka,
seharusnya perpustakaan harus menyadari bahwa dalam pemenuhan informasi untuk
pengguna, perpustakaan secara tidak langsung telah melanggar copyright. Hal tersebut
tentu saja menjadi permasalahan. Di satu sisi, perpustakaan meelakukan hal
tersebut semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Namun, di sisi lain,
pihak yang memiliki copyright (pencipta) atau penerbit merasa dirugikan karena
seharusnya mereka memperoleh royalti dari hasil perbanyakaan ciptaan tersebut. Perpustakaan
seharusnya serius dalam menyikapi hal tersebut yaitu dengan cara membatasi
pengguna dalam memfotokopi suatu ciptaan.
Open access atau akses bebas sudah tidak asing lagi di masa kini. Open access muncul karena perkembangan
teknologi digital dan banyaknya jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Pada
dasarnya, open access merujuk kepada
literatur digital yang dapat diakses secara online, gratis dan bebas dari hak
cipta atau lisensi. Penyedia open access
ada yang menyediakan literatur digital yang orisinil dan ada pula yang
menyediakan dalam bentuk salinan. Open
access disediakan oleh para penulis yang merelakan tulisan mereka diakses
secara bebas oleh orang lain, baik untuk kepentingan pendidikan atau komersial
tanpa harus memperoleh perizinan atau terhalang hak cipta karena dalam karya
tersebut sudah dituliskan bahwa karya tersebut bebas diakses dan diperbanyak orang
lain tanpa mengharapkan imbalan atau royalti.
Dengan demikian, open access dapat diartikan sebagai ketersediaan
artikel-artikel digital yang dapat diakses di internet yang memungkinkan semua
orang untuk menelusur, membaca, mengambil, menyimpan, menyalin, menggandakan,
mencetak, mengirim maupun menyebarluaskan artikel tersebut kepada umum secara
bebas dan tanpa hambatan mengenai biaya, lisensi dan hak cipta.
Di sisi lain, open access mempunyai prinsip yang
terkandung di dalamnya. Pertama, pengarang
mengizinkan karyanya untuk diperbanyak asalkan untuk kepentingan pendidikan. Kedua, pengarang mempunyai hak
eksploitasi karyanya dalam bentuk lisensi yaitu sebagai pengarang yang sah atas
karya tersebut, tetapi mengizinkan orang lain untuk menggunakan karyanya untuk
tujuan apapun, baik untuk tujuan pendidikan maupun komersial. Ketiga, pengarang menyerahkan hak
eksploitasi karyanya kepada penerbit, tetapi dia tetap mempunyai hak sebagai
pengarang orisinil yang mengizinkan karyanya diterbitkan kembali atau
diperbanyak tanpa melalui persetujuan dari penerbit pertama, asalkan bukan
untuk kepentingan komersial.
Open access, dalam perkembangannya saat ini, banyak sumberdaya yang
mendukung hal tersebut. Tidak hanya sumberdaya penyedia open access seperti EBSCO dan ProQuest yang melayani langganan
jurnal-jurnal ilmiah secara elektronik dan digital, civitas akademika di
universitas juga banyak yang telah menghimpun karya artikel atau jurnal ilmiah
ke dalam bentuk elektronik dan juga menyediakan akses untuk jurnal ilmiah secara
open access.
Hal tersebut tentu saja menjadi
pesaing bagi perpustakaan yang notabenenya sebagai penyedia informasi. Pengguna
perpustakaan akan beralih dan lebih memilih cara yang praktis dalam memperoleh
informasi. Perpustakaan akan sepi karena pengguna banyak yang lebih memilih
mengakses jurnal ilmiah melalui internet tanpa datang ke perpustakaan. Maka
dari itu, perpustakaan harus berkembang dan peka terhadap hal-hal yang menjadi
pesaingnya agar perpustakaan tetap eksis dan pengguna merasa butuh untuk datang
ke perpustakaan walaupun berkunjung secara virtual. Menyikapi hal tersebut,
perpustakaan harus menyediakan portal untuk mengakses jurnal ilmiah dalam
bentuk open access.
Perpustakaan digital merupakan
salah satu wujud usaha perpustakaan untuk menyediakan jurnal ilmiah digital
secara open access. Hal tersebut
tentu saja berperan penting agar perpustakaan tidak mati dan tetap dikunjungi oleh
pengguna. Jika hal tersebut terus dilakukan, setidaknya pengguna mengunjungi
perpustakaan walaupun secara virtual dan yang paling penting peran perpustakaan
sebagai penyedia informasi benar-benar dilaksanakan. Selain itu, pustakawan
harus sadar dan mengakui bahwa perkembangan teknologi digital berkembang sangat
pesat dan harus diikuti oleh pustakawan. Maka dari itu, pustakawan dituntut
untuk menyediakan jasa untuk membantu pengguna dalam memperoleh informasi,
salah satunya adalah menyediakan akses jurnal ilmiah secara open access. Tugas pustakawan tersebut
adalah mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih, mengolah, dan menyediakan
berbagai sumber open access.
Mengingat semua hal tersebut
berhubungan dengan teknologi digital dan komputerisasi, pustakawan dituntut
untuk menjalin mitra dengan penyedia teknologi informasi. Tidak hanya itu,
perpustakaan juga dituntut untuk menyediakan kapasitas pengelolaan teknologi informasi
yang memadai. Karena open access ini memang dibutuhkan, perpustakaan digital
harus pandai-pandai menyediakan sumber open access tanpa melanggar hak cipta.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, perpustakaan dapat memperoleh izin
langsung dari pengarang untuk mempublikasikan karyanya karena untuk kepentingan
pendidikan. Namun, perpustakaan juga harus teliti karena sebagian pengarang
sudah melakukan hak eksploitasi kepada penerbit. Semoga hal tersebut dapat
menjadi pemikiran bersama, khususnya perpustakaan yang semakin banyak
pesaingnya. Diharapkan perpustakaan tetap berperan sebagai penyedia informasi
yang paling tepat dan tetap dibutuhkan oleh pengguna.
Common creative
writing dapat diartikan sebagai mengutip ciptaan orang lain untuk dimuat ke
dalam ciptaan sendiri. Ada beberapa syarat yang menentukan ciri-ciri kutipan
dan pengaturan penggunaan kutipan. Syarat yang pertama adalah hanya ciptaan
yang telah diumumkan yang dapat dikutip. Kaitan yang harus ada antara ciptaan
baru (X) dengan ciptaan yang dikutip (Y):
1. X
adalah ciptaan pokok dan Y adalah sekunder.
2. Terdapat
pembagian yang jelas antara bagian X dengan bagian yang dikutip dari Y.
3. Perlu
mengutip Y untuk membuat ciptaan X.
4. Sedikit
mungkin mengutip bagian dari Y.
5. Bagian
yang dikutip Y persis seperti ditulis dalam ciptaan orisinal/asli.
6. Sumber
Y dituliskan dengan jelas.
7. Kutipan
tidak melanggar hak moral pencipta Y.
Jika syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka ciptaan yang
bersangkutan dapat dikutip.
Pengutipan ciptaan biasanya kita jumpai di dalam artikel,
jurnal, skripsi, buku dan lain sebagainya.
Dari pemaparan
di atas mengenai copyright, open access,
dan common creative writing, dapat
disimpulkan bawa copyright adalah hak untuk memperbanyak suatu ciptaan, open
access adalah ketersediaan sumber di internet yang dapat digunakan oleh siapa
saja secara bebas tanpa terhalang biaya, hak cipta atau lisensi. Sementara itu,
common creative writing merupakan tata cara mengutip sebuah ciptaan. Semua hal
tersebut diterapkan di perpustakaan walaupun dalam kenyataannya belum
diterapkan secara tepat. Dengan demikian,
perpustakaan diharapkan mampu menerapkan copyright, open acces dan common
creative writing dengan tidak melanggar peraturan yang telah ditetapkan
sehingga tersedia informasi yang baik secara isi maupun secara hukum.
Sumber=
Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
HOZUMI, Tamotsu. Asian Copyright Handbook: buku panduan Hak Cipta Asia. ACCU dan Ikapi. 2006.
http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/178-open-acess- . diakses tanggal 22 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar