Udah lama biangetttt nggak ngepost. Jangankan ngepost, buka ini blog aja udah hampir nggak pernah. Tapi santaiii.. udah banyak coretan di lepiku tercintahh :D .. Bismillah yee, bisa kuposting dalam bulan ini ;)
Sampai jumpaaaaaaaaaaaaaa :D
Sahabat Pena
Rabu, 19 November 2014
Minggu, 11 Agustus 2013
Tentang Rasa
Bantul, 16 Juli
2013
Malam tadi,
menjadi malam yang indah untukku.
Walaupun itu
hanya karena kata yang terangkai menjadi kalimat.
Tapi buatku itu
adalah suatu penghargaan.
Ya, penghargaan
untuk hati kita masing-masing.
Maafkan aku yang
terlalu berani bertanya padamu.
Itu semua karena
aku tak mampu menahan gejolak hati ini.
Aku ingin
mengungkapkan segalanya.
Segalanya
tentang aku, kamu, dan kita.
Ya, kita berdua.
Selalu kuanggap
kejujuran adalah yang paling utama.
Terlebih ini
menyangkut hati.
Terima kasih
telah kau katakan yang sebenarnya.
Aku seperti
hanyut dalam mimpi ketika membaca kalimatmu.
Aku seperti
menemukan apa yang aku cari selama ini.
Kuharap ini
adalah nyata.
Aku merasa tidak
berdosa setelah kuketahui semuanya.
Dulu, aku selalu
berusaha menampik apa yang kurasakan terhadapmu.
Ku fikir itu
hanya perasaan suka.
Aku mengagumimu.
Terima kasih kau
telah memberi warna.
Warna yang tak
pernah aku duga akan menghiasi lembaran hariku.
Ya Tuhan, inikah
jawaban dari doaku selama ini?
Aku hanya bisa tersenyum
ketika kutanyakan hal itu terhadapmu.
Bahkan ketika
aku menulis ini, masih saja aku tersenyum.
Hah, entahlah.
Aku terlihat
gila oleh diriku sendiri.
Jawaban yang
seperti itulah yang aku harapkan.
Karena aku
merasakan hal yang sama seperti yang kau rasakan.
Jadi selama ini
kita hanya berdiam diri di hati kita masing-masing?
Selama ini kita
hanya memendam rasa?
Mungkin seperti
itulah yang kita rasakan.
Bodoh memang,
tapi aku suka, aku bahagia dengan ini.
Seandainya kau
tahu, aku benci ketika aku harus menatapmu.
Karena aku tak
sanggup memendam rasa.
Dan ketika siang
itu, ketika kau menjabat tanganku, ketika kau menatapku, aku merasakan ada
cinta.
Mungkin bibir
kita bisa saja bilang tidak.
Tapi tatapan
mata tidak akan pernah berbohong dengan hati.
Dan aku
menemukan itu dalam tatapanmu.
Masih aku tak
menyangka bisa sedekat ini denganmu.
Karena kita
tidak tahu apa yang terjadi nanti.
Karena kita juga
tidak berfikir sampai disini.
Sampai kita bisa
seperti ini.
Aku tidak
berharap terlalu banyak.
Menjadi temanmu
sudah cukup membuatku bahagia.
Karena kita
memang teman.
Teman yang entah
akan menjadi apa.
Biar Tuhan dan
waktu yang menentukan.
Sekali lagi
terima kasih.
Terima kasih
telah kau berikan rasa ini.
Terima kasih
karena kau telah memulai mengisi hari-hariku.
Dan aku masih
dan tetap mengagumimu.
Oleh: Esti
Pratiwi
Sabtu, 15 Juni 2013
Reshume Buku Islam dan Kebudayaan Lokal (Ali Sodiqin)
DASAR TEOLOGIS
INTEGRASI ISLAM
DAN BUSAYA LOKAL
A.
Pendahuluan
Islam adalah agama yang berasal dari wahyu Tuhan.
Kebudayaan didefinisikan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia sehingga
bersifat antropologis. Islam bukanlah produk budaya, tetapi ajaran Islam mampu
mewarnai berbagai aspek kebudayaan. Dalam implementasi ajarannya, Islam
memerlukan media untuk merubah/mengalihkan nilai-nilai universal ke dalam
kehidupan. Dari sinilah muncul keragaman kebudayaan Islam. Kebudayaan Islam
mestinya dipahami sebagai sebuah otentisitas Islam yang nyata. Dalm realitas
kebudayaan masyarakat Islam, masih ditemukan adanya unsur-usur yang tidak
Islami. Dari sinilah muncul pertanyaan apa dan bagaimana kebudayaan Islam itu.
Penelusuran analisisnya harus dimulai dari Alquran. Secara historis perwahyuan
Alquran tidak dapat dilepaskan dari konteks kebudayaan masyarakat Arab waktu
itu.
B.
Alquran
dan Akulturasi
Secara antropologi (ditinjau dari sudut sejarahnya),
akulturasi disrtikan sebagai proses sosial ketika suatu kebudayaan tertentu
berhadapan dengan unsur-unsur kebudayaan asing. Kemudian unsur-unsur tersebut
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian
kebudayaan itu sendiri.
1.
Masyarakat
Arab dan Kebudayaannya
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
penduduk kota (Ahl al-MadarI) dan
penduduk desa (Ahl al-Wabar). Penduduk
kota hidupnya lebih maju karena berdagang, sedangkan penduduk desa (suku Badui)
hidup di tenda-tenda dan nomaden. Struktur masyarakatnya terbagi ke dalam
berbagai suku. Kelompok terkecil disebut hayy yang menempati tenda-tenda. Semua
anggota hayy membentuk sebuah klan (qaum). Sejumlah klan yang sedarah kemudian
membentuk suku qabilah. Sistem kekerabatan yang berlaku adalah patriarchi. Suku
Qurays menjadi suku terkuat pada waktu itu dan menguasai pengelolaan Ka’bah
yang pada musim haji mendatangkan keuntungan dari para peziarah. Ka’bah juga
menjadi pusat perdagangan. Di bidang keagamaan, masing-masing suku memiliki
berhala sendiri-sendiri sebagai dewa yang mereka puja. Tradisi yang sudah mapan
adalah:
a.
Tradisi
keagamaan
Yang sudah dipraktekan suku Arab antaa lain: haji dan
umrah, jumatan, sakralisasi bulan Ramadhan, dan mengagungkan bulan haram
(Zulqa’adah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab). Keempat bulan tersebut disepakati
sebagai bulan genjatan senjata. Haji dan umrah yang dilakukan orang Arab
pra-Islam sama dengan yang dipraktekkan umat Islam saat ini. Tradisi ini
dilakukan setiap bulan Zulhijjah. Rangkaian ritualnya terdiri dari: memakai
pakaian ihram, mengumandangkan talbiyah, melaksanakan hawaf sebanyak tujuh kali
dengan telanjang, menyembelih hewan kurban, melaksanakan sa’i, wukuf, melempar
jumrah dan mencium hajar aswad. Masyarakat Arab juga biasa melakukan pertemuan
umum pada hari jumat.
b.
Sistem
sosial
Sistem kekerabatan di masyarakat Arab adalah patriarchal
agnatic, yaitu sekelompok masyarakat menurun melalui garis laki-laki dan berada
di bawah otoritas laki-laki yang tua. Laki-laki adalah kepala keluarga dan
wanita tidak memiliki hak penuh sebagai warga. Maka dari itu status pereempuan
dianggap rendah. Hal yang umum berlaku di masyarakat waktu itu adalah poligami,
poliandri dan perbudakan. Poligami yang dipraktekan oleh orang Arab tanpa mengenal
batasan jumlah. Masyarakat Arab pra Islam juga mengenal pengangkatan anak. Anak
yang diadopsi mempunyai hak yang sama seperti anak kandung. Dalam melaksanakan
perkawinan, mereka juga menyerahkan mahar. Perkawinan dikategorikan sebagai
transaksi jual beli antara calon suami dengan bapak calon istri. Ketika terjadi
talak, hubungan perkawinan tersebut putus tana syarat.
c.
Sistem
Hukum
Qiyas adalah penuntutan balas terhadap pelaku pembunuhan.
Diyat (al-aqilah) adalah denda yang harus dibayarkan seseorang yang melakukan
tindak pidana kepada pihak yang dirugikan. Di bidang muamalah orang Arab juga
telah mengenal aturan perdagangan dan pertanian. Dalam perdagangan muncul hukum
pinjaman dan bunga. Dalam pertanian masyarakat telah mengenal hukum property.
Dibidang hukum keluarga mereka juga mengenal hukum waris.
2.
Agen
Akulturasi
Nabi Muhammad saw yang membawa unsur-unsur asing dalam proses
ini, nabi mendapat risalah dari Allah untuk disampaikan kepada umatnya. Hal pertama
yang dilakukan oleh nabi Muhammad adalah meletakkan sistem sosial yang kuat
atas dasar persatuan. Visi Muhammad sebagai agen akulturasi berkembang sebagai
respon langsung terhadap realitas kebudayaan masyarakat setempat.
C.
Model
dan Dasar Akulturasi
1.
Tradisi
yang ditinggalkan
Alquran melarang dan menghentikan tradisi judi, minum
khamr, riba, dan perbudakan.
2.
Tradisi
yang disempurnakan
Masyarakat Arab yang kebanyakan berprofesi sebagai
pedagang, sudah memiliki sistem ekonomi yang mapan dan diakui keberadaannya.
Ajaran Alquran yang berhubungan dengan perdagangan hanya berusaha mengubah tata
cara dan gaya hidup, bukan mengganti sebuah adat istiadat.
Penghormatan terhadap bulan-bulan haram (Rajab,
Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram) juga diapresiasi oleh Alquran. Alquran
mengabsahkan keberlakuan bulan-bulan haram tersebut dan menganggapnya sebagai
bagian dari syiar-syiar Islam.
Alquran merespon hukum waris melalui dua tahapan,
yaitu sistem wasiat dan desain pembagian warisan.
3. Tradisi
yang dirubah
Alquran merekonstruksi dan
membenahi masalah pakaian dan aurat perempuan, meliputi: aturan pergaulan
antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim serta aturan pakaian perempuan
muslim.
Lembaga perkawinan yang terjadi
di masyarakat Arab juga direkonstruksi Alquran, yaitu meliputi: model
perkawinan, ketentuan mahar, dan aturan tentang talak.
Dalam masalah adopsi, Alquran
menyatakan secara tegas bahwa anak angkat tidak dapat berubah statusnya menjadi
anak kandung, sehingga kedudukannya bebeda dengan anak kandung. Anak angkat
tidak dapat menjadi ahli waris.
Alquran merespon kebiasaan dalam
hal qiyas dan diyat. Keluarga korban tetap memiliki wewenang untuk menuntut
balas tetapi tidak boleh melampaui batas. Alquran tetap mengadopsi lembaga
hukum qiyas dan diyat tetapi mengubah sistem dan prosedur yang berlaku.
AJARAN dan DZIKIR SUNAN KALIJAGA MELALUI TEMBANG LIR ILIR
oleh:
Esti Pratiwi / 11140092
Ilmu Perpustakaan kelas
PENDAHULUAN
Sunan Kalijaga merupakan wali yang namanya paling
banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Masa hidup Sunan Kalijaga
diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dalam dakwah, ia punya pola yang
sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya
cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata).
Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Sunan
Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan
menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap:
mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah
dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Sunan
Kalijaga terkesan sinkretis (mencari penyesuaian) dalam mengenalkan Islam. Ia
menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwah. Metode dakwah tersebut sangat efektif. Salah satu metode dakwah yang
digunakan Sunan Kalijaga adalah ajaran dan dzikir melalui tembang lir ilir. Tak
banyak yang menyadari bahwa sesungguhnya tembang ini bukan sekedar tembang
dolanan biasa. Ada makna mendalam terkandung dalam tembang sederhana ini.
Topik
ini dipilih karena kita sebagai umat Islam harus mengerti karya-karya para
Wali, salah satunya adalah karya Sunan Kalijaga. Tujuan penulisan artikel ini
untuk menjelaskan kepada masyarakat yang belum mengerti dan mengetahui tembang
lir ilir, arti, makna dan filosofinya.
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah isi dari tembang
lir ilir karya Sunan Kalijaga:
Tembang lir ilir:
Lir-ilir,
lir-ilir, tandure wus sumilir.
Tak
ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar.
Cah
angon-cah angon, penekno blimbing kuwi.
Lunyu-lunyu
yo penekno, kanggo mbasuh dodotiro.
Dodotiro-dodotiro,
kumitir bedhah ing pinggir.
Dondomono
jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Mumpung
jembar kalangane, mumpung padhang rembulane.
Yo
surak-o… surak hiyo...
Arti
tembang lir ilir dalam bahasa Indonesia:
Sayup-sayup,
Sayup-sayup bangun (dari tidur).
Tanaman-tanaman
sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
Anak-anak
penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah
untuk mencuci pakaian.
Pakaian-pakaian
yang koyak disisihkan.
Jahitlah
benahilah untuk menghadap nanti sore.
Selagi
sedang terang rembulannya.
Selagi
sedang banyak waktu luang.
Mari
bersorak-sorak ayo...
Makna
tembang lir ilir dalam agama Islam:
Ayo bangkit Islam telah lahir.
Hijau sebagai simbol agama Islam
kemunculannya begitu menarik ibarat pengantin baru.
Pemimpin yang mengembala rakyat
kenalah Islam sebagai agamamu.
Ia ibarat belimbing dengan 5 sisi
sebagai 5 rukun Islam.
Meskipun sulit dan banyak rintangan
sebarkanlah ke masyarakat dan anutlah.
Guna untuk mensucikan diri dari segala
dosa dan mensucikan aqidah.
Terapkanlah Islam secara kaffah sampai
ke rakyat kecil (pinggiran).
Perbaikilah apa yang telah menyimpang
dari ajaran Islam untuk dirimu dan orang lain guna bekal kamu di akhirat kelak.
Mumpung masih hidup dan selagi masih
diberikan kesempatan untuk bertobat.
Dan berbahagialah semoga selalu
dirahmati Allah.
Filosofi
tembang lir ilir:
1.
Lir-ilir, lir-ilir, tandure wus sumilir.
Sayup-sayup
bangun (dari tidur), tanaman-tanaman sudah mulai bersemi. Kanjeng Sunan
mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya
telah tiba. Bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di
Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan
ajaran Islam dari para wali. diri kita masing-masing). Dengan berdzikir maka
ada sesuatu yang dihidupkan.
2.
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten
anyar.
Demikian
menghijau bagaikan gairah pengantin baru. Hijau adalah simbol warna kejayaan
Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik
hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang
sekitarnya. Ada juga penafsiran yang mengatakan bahwa pengantin baru maksudnya adalah
raja-raja jawa yang baru masuk Islam.
3.
Cah angon-cah angon penekno
blimbing kuwi.
Anak-anak
penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu. Yang disebut anak gembala
disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang
merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para
pemimpin diperintahkan oleh Sunan untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan
menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun
Islam dan sholat lima waktu.
4.
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Walaupun licin
tetap panjatlah untuk mencuci pakaian Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang
Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara atau saat-saat penting. Dan buah
belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai
pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan
orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima
waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan
untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu
seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa.
5.
Dodotiro-dodotiro kumitir
bedhah ing pinggir.
Pakaian-pakaian
yang koyak disisihkan. Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak
orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka
digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.
6.
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko
sore.
Jahitlah benahilah
untuk menghadap nanti sore. Seba artinya menghadap orang yang berkuasa
(raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Disini
Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang
telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk
bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.
7.
Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane.
Selagi sedang
terang rembulannya, selagi sedang banyak waktu luang
Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.
Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.
8.
Yo surako, surak hiyo.
Mari bersorak-sorak
ayo... Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan. Disaatnya
nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang
telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan
gembira.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas
kita melihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam
dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai
perlunya seseorang memperhatikan hidup mereka selama di dunia ini. Jangan hanya
berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan pada kehidupan dalam
alam kekekalan. Sunan Kalijaga mengingatkan manusia akan akhir kehidupan dan
membawa pertanggungjawaban pribadi kepada Tuhan. Konsep tersebut dibungkus
dengan kalimat, kanggo sebho
mengko sore. Sore adalah putaran waktu yang menandai habisnya
siang hari sebagai simbol aktifitas. Malam adalah waktu beristirahat yang
menggambarkan kematian. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal
untuk menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Konsep tersebut
dibungkus dalam kalimat, Cah
angon cah angon penekno blimbing kuwi. Buah blimbing itu berbentuk
bintang lima sudut. Ini berbicara mengenai keislaman dengan Rukun Imannya yaitu
Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, Haji.
Daftar
Pustaka
Didik Lukman
Hariri. 2010. Ajaran dan Dzikir Sunan
Kalijaga. Yogyakarta: Kuntul Press.
http://www.artikelbagus.com/2012/05/biografi-dan-kisah-sunan-kalijaga.html.
diakses tanggal 11 April 2013 pukul 20.00.
http://www.as-salafiyyah.com/2010/06/filosofi-mendalam-tembang-lir-ilir.html.
diakses tanggal 11 April 2013 pukul 20.10.
http://www.solusidistribusi.com/detail_buk.php?jb=281.
Diakses tanggal 11 April 2013 pukul 19.00.
http://filsafat.kompasiana.com/2012/09/04/ajaran-dan-dzikir-sunan-kalijaga-490735.html
. diakses tanggal 11 April 2013 pukul 19.05.
Langganan:
Postingan (Atom)