DASAR TEOLOGIS
INTEGRASI ISLAM
DAN BUSAYA LOKAL
A.
Pendahuluan
Islam adalah agama yang berasal dari wahyu Tuhan.
Kebudayaan didefinisikan sebagai hasil cipta, karsa dan karya manusia sehingga
bersifat antropologis. Islam bukanlah produk budaya, tetapi ajaran Islam mampu
mewarnai berbagai aspek kebudayaan. Dalam implementasi ajarannya, Islam
memerlukan media untuk merubah/mengalihkan nilai-nilai universal ke dalam
kehidupan. Dari sinilah muncul keragaman kebudayaan Islam. Kebudayaan Islam
mestinya dipahami sebagai sebuah otentisitas Islam yang nyata. Dalm realitas
kebudayaan masyarakat Islam, masih ditemukan adanya unsur-usur yang tidak
Islami. Dari sinilah muncul pertanyaan apa dan bagaimana kebudayaan Islam itu.
Penelusuran analisisnya harus dimulai dari Alquran. Secara historis perwahyuan
Alquran tidak dapat dilepaskan dari konteks kebudayaan masyarakat Arab waktu
itu.
B.
Alquran
dan Akulturasi
Secara antropologi (ditinjau dari sudut sejarahnya),
akulturasi disrtikan sebagai proses sosial ketika suatu kebudayaan tertentu
berhadapan dengan unsur-unsur kebudayaan asing. Kemudian unsur-unsur tersebut
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian
kebudayaan itu sendiri.
1.
Masyarakat
Arab dan Kebudayaannya
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
penduduk kota (Ahl al-MadarI) dan
penduduk desa (Ahl al-Wabar). Penduduk
kota hidupnya lebih maju karena berdagang, sedangkan penduduk desa (suku Badui)
hidup di tenda-tenda dan nomaden. Struktur masyarakatnya terbagi ke dalam
berbagai suku. Kelompok terkecil disebut hayy yang menempati tenda-tenda. Semua
anggota hayy membentuk sebuah klan (qaum). Sejumlah klan yang sedarah kemudian
membentuk suku qabilah. Sistem kekerabatan yang berlaku adalah patriarchi. Suku
Qurays menjadi suku terkuat pada waktu itu dan menguasai pengelolaan Ka’bah
yang pada musim haji mendatangkan keuntungan dari para peziarah. Ka’bah juga
menjadi pusat perdagangan. Di bidang keagamaan, masing-masing suku memiliki
berhala sendiri-sendiri sebagai dewa yang mereka puja. Tradisi yang sudah mapan
adalah:
a.
Tradisi
keagamaan
Yang sudah dipraktekan suku Arab antaa lain: haji dan
umrah, jumatan, sakralisasi bulan Ramadhan, dan mengagungkan bulan haram
(Zulqa’adah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab). Keempat bulan tersebut disepakati
sebagai bulan genjatan senjata. Haji dan umrah yang dilakukan orang Arab
pra-Islam sama dengan yang dipraktekkan umat Islam saat ini. Tradisi ini
dilakukan setiap bulan Zulhijjah. Rangkaian ritualnya terdiri dari: memakai
pakaian ihram, mengumandangkan talbiyah, melaksanakan hawaf sebanyak tujuh kali
dengan telanjang, menyembelih hewan kurban, melaksanakan sa’i, wukuf, melempar
jumrah dan mencium hajar aswad. Masyarakat Arab juga biasa melakukan pertemuan
umum pada hari jumat.
b.
Sistem
sosial
Sistem kekerabatan di masyarakat Arab adalah patriarchal
agnatic, yaitu sekelompok masyarakat menurun melalui garis laki-laki dan berada
di bawah otoritas laki-laki yang tua. Laki-laki adalah kepala keluarga dan
wanita tidak memiliki hak penuh sebagai warga. Maka dari itu status pereempuan
dianggap rendah. Hal yang umum berlaku di masyarakat waktu itu adalah poligami,
poliandri dan perbudakan. Poligami yang dipraktekan oleh orang Arab tanpa mengenal
batasan jumlah. Masyarakat Arab pra Islam juga mengenal pengangkatan anak. Anak
yang diadopsi mempunyai hak yang sama seperti anak kandung. Dalam melaksanakan
perkawinan, mereka juga menyerahkan mahar. Perkawinan dikategorikan sebagai
transaksi jual beli antara calon suami dengan bapak calon istri. Ketika terjadi
talak, hubungan perkawinan tersebut putus tana syarat.
c.
Sistem
Hukum
Qiyas adalah penuntutan balas terhadap pelaku pembunuhan.
Diyat (al-aqilah) adalah denda yang harus dibayarkan seseorang yang melakukan
tindak pidana kepada pihak yang dirugikan. Di bidang muamalah orang Arab juga
telah mengenal aturan perdagangan dan pertanian. Dalam perdagangan muncul hukum
pinjaman dan bunga. Dalam pertanian masyarakat telah mengenal hukum property.
Dibidang hukum keluarga mereka juga mengenal hukum waris.
2.
Agen
Akulturasi
Nabi Muhammad saw yang membawa unsur-unsur asing dalam proses
ini, nabi mendapat risalah dari Allah untuk disampaikan kepada umatnya. Hal pertama
yang dilakukan oleh nabi Muhammad adalah meletakkan sistem sosial yang kuat
atas dasar persatuan. Visi Muhammad sebagai agen akulturasi berkembang sebagai
respon langsung terhadap realitas kebudayaan masyarakat setempat.
C.
Model
dan Dasar Akulturasi
1.
Tradisi
yang ditinggalkan
Alquran melarang dan menghentikan tradisi judi, minum
khamr, riba, dan perbudakan.
2.
Tradisi
yang disempurnakan
Masyarakat Arab yang kebanyakan berprofesi sebagai
pedagang, sudah memiliki sistem ekonomi yang mapan dan diakui keberadaannya.
Ajaran Alquran yang berhubungan dengan perdagangan hanya berusaha mengubah tata
cara dan gaya hidup, bukan mengganti sebuah adat istiadat.
Penghormatan terhadap bulan-bulan haram (Rajab,
Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram) juga diapresiasi oleh Alquran. Alquran
mengabsahkan keberlakuan bulan-bulan haram tersebut dan menganggapnya sebagai
bagian dari syiar-syiar Islam.
Alquran merespon hukum waris melalui dua tahapan,
yaitu sistem wasiat dan desain pembagian warisan.
3. Tradisi
yang dirubah
Alquran merekonstruksi dan
membenahi masalah pakaian dan aurat perempuan, meliputi: aturan pergaulan
antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim serta aturan pakaian perempuan
muslim.
Lembaga perkawinan yang terjadi
di masyarakat Arab juga direkonstruksi Alquran, yaitu meliputi: model
perkawinan, ketentuan mahar, dan aturan tentang talak.
Dalam masalah adopsi, Alquran
menyatakan secara tegas bahwa anak angkat tidak dapat berubah statusnya menjadi
anak kandung, sehingga kedudukannya bebeda dengan anak kandung. Anak angkat
tidak dapat menjadi ahli waris.
Alquran merespon kebiasaan dalam
hal qiyas dan diyat. Keluarga korban tetap memiliki wewenang untuk menuntut
balas tetapi tidak boleh melampaui batas. Alquran tetap mengadopsi lembaga
hukum qiyas dan diyat tetapi mengubah sistem dan prosedur yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar