Rabu, 27 Maret 2013

Pustakawan VS Dosen




Pustakawan VS Dosen
Memory in ISI
Edisi Curhatt

            Selasa, 26 Maret 2013 adalah hari yang penuh dengan kenangan.  Kenangan manis dan pahit tentunya, hehe. Pukul 09.30 kami (aku, Heni dan Aswi) meluncur ke UPT Perpustakaan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Yang ada difikiranku ketika sampai di depan gedung perpustakaannya adalah “siap-siap ae jadi orang ‘katrok’ disini”, wkakaka. Wuihhh banyak mahasiswanya yang nyeni, eheee. Ya waktu itu sih banyak mahasiswinya yang tidak berjilbab, tapi it’s ok semua itu adalah hak semua orang mau berpenampilan seperti apa :D.
            Nah, ketika kami masuk di ruang perpustakaan, langsung deh ketemu sama pustakawannya yang lagi shelving. “Ngisi presensi dulu mbak”, kata pustakawan a. “Umbb, gini bu, kami dari UIN maksud kedatangan kami kesini ingin tanya-tanya tentang budaya lokal yang ada di Jogja”, kataku. “Udah punya kartu sakti belum?”, kata pustakawan a. “Belum bukk”, serempak kami bertiga menjawab. “Ya sini mbuat kartu sakti dulu, sini mbak”, kata pustakawan a lg. Waduuuhhhh, lha kok kon nggawe kartu sakti cahh, haha. “Gini bu kami cuma ingin tanya-tanya tentang budaya lokal yang ada di Jogja yang belum dipublikasikan”, jawab Heni. “Lha iya mbak, harus buat kartu sakti dulu”, sahut pustakawan b dengan sewott haha. Yawis deh akhirnya kami dan pustakawan-pustakawan itu saling ngotot ngomongnya, ckikikik. Akhirnya ni guys, kami nggak jadi mbuat kartu sakti dan nggak dapet info dehh, mengenaskan ehekhekhek :p. Cabuttt mbak berohhh, hahaha.
Hmmmb, pas ngambil motor ketemu nih sama mahasiswa ISI jurusan televisi. Eh kalau aku jurusan Jogja-Bantul aja haha. Si kepo Heni beraksi dehh :D. Hasil kepo adalah kami disarankan untuk bertemu langsung sama dosen-dosennya. Hah ciyusss? Wkakaka. Dengan semangat membara dan agak ragu kami langsung meluncur ke fakultas pertunjukkan seni tari. Tapi nih guys, kami sempat salah masuk gedung, ckaaka. Alhasil malah dapet vitamin A deh (ada cowok ganteng-ganteng :D). Yasudd, kami nyelonong naik ke lantai 2 dannn ... langsung menemukan 1 wanita dan 4 pria, hehe. Hmm, ternyata beliau-beliau itu adalah dosen dan ada yang sudah mendapatkan gelar profesor lohh. Ketika kami mengutarakan maksud dan tujuan berkunjung ke ISI, WAOW!! Sambutan hangat pun kami terima guys. Alhamdulillah yahh J.  Ditemani tiga dosen ISI, kami tancap gas nih buat ngepo-ngepo hehe. Walaupun dengan waktu yang mepet karena beliau-beliau tersebut ada acara, namun kami tetap memanfaatkan waktu dong yaa :D. Yaa kami sih mendapatkan informasi walaupun tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan. Terkendala waktu sih, huhu. Kami sadar diri dong ya udah menyita waktu orang-orang penting tersebut hehe. Yawislah akhir kata kami pamit dan nggak lupa mengucapkan terima kasih, matur nuwun J.
Inilah yang aku maksud pustakawan VS dosen. Dua profesi yang berbeda dan mempunyai ketenaran yang berbeda pula. Walaupun aku ini ‘calon’ pustakawan, bukan bermaksud juga untuk merendahkan, menyepelekan atau sebangsanya. Ya pantes aja kalau sampai detik ini profesi pustakawan masih dianggap rendah oleh masyarakat. Karena apa? Karena pustakawan itu sendiri guys. Banyak dosenku yang bilang sebenarnya profesi pustakawan itu sama dengan profesi lainnya. Namunn, jangan heran kalau paradigma masyarakat masih seperti itu. Bener nih, pustakawan memang harus banting stir, mulai berbenah dan yang pasti jangan sewot-sewot dong (bukan pustakawan ISI aja lho :p). Ya mungkin kalau pustakawan ISI sewot karena kami ngeyel, ehehe. So, profesi apapun itu harus mempunyai karisma dan kewibaan tinggi di mata masyarakat. Ya kita seharusnya harus konsisten dengan pekerjaan kita. Tanggung jawab kepada masyarakat itulah yang paling penting. Hargai profesi kita, dengan begitu kita akan dihargai oleh orang lain. Cemungud cemungud untuk kita semua. Berjiwa sareh (kata pak Blasius), narsis (katanya Maknyak Labibah), dan berkompeten (kataku) haha.

Sabtu, 16 Maret 2013

Perpustakaan untuk Rakyat



KUPAS TUNTAS
“Perpustakaan untuk Rakyat”
Bersama Blasius Sudarsono

Subjek                   : Kuliah Umum “Perpustakaan Untuk Rakyat”
Pada                      : Senin, 11 Maret 2013
Waktu                   : 09.00 – 12.00 Wib
Tempat                  : Gedung Teatrikal Perpustakaan Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pemateri                : 1. Blasius Sudarsono, MLS
                                 2. Afia Rosdiana, M.Pd
                                 3. Ratih Rahmawati
Moderator            : Anis Masruri, M.Si

Apa sih “Perpustakaan untuk Rakyat” itu? Dalam konteks kuliah umum ini, “Perpustakaan untuk Rakyat” tidak lain yaitu salah satu buku hasil karya Pak Blasius Sudarsono dan mbak Ratih Rahmawati. Pak Blasius adalah seorang pustakawan utama di LIPI. Mbak Ratih itu seorang mahasiswi di Universitas Indonesia di jurusan Ilmu Perpustakaan juga lhoo, hehe. Buku tersebut dibedah oleh Bu Afia Rosdiana, salah satu pegawai di perpustakaan kota Yogyakarta. Langsung aja yuk kita simak hasil kuliah umum Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta :).
Banyak hal yang bisa digaris bawahi ketika bu Afi membedah buku tersebut. Apa aja yang bisa kita ambil sebagai bahan tambahan ilmu kita? Inilah jawabannya guys :D. Dengan hadirnya “Perpustakaan untuk Rakyat” ini, suatu hal yang menggembirakan bagi kita semua yang berkecipung dalam bidang perpustakaan karena buku ini memberikan nuansa yang lain tentang apa itu perpustakaan yang tidak hanya terkait dengan klasifikasi, katalogisasi dan cara menata perpustakaan. Bu Afi senang sekali dengan buku tersebut apalagi buku tersebut dibuat seperti novel, ada dialog antara anak dengan bapak dan di dalamnya dibagi menjadi tiga bagian dan satu sama lain saling berkaitan. Bu Afi menambahkan bahwa beliau sependapat dengan pengantar pada buku tersebut bahwa kita tidak bisa membaca langsung dari belakang.
Bab pertama berbicara tentang pengembangan masyarakat. Sedikit masukan dari beliau, perpustakaan disini yang ditulis adalah perpustakaan umum ada di wilayah kota Yogyakarta, namun Taman Bacaan disini adalah Taman Bacaan dan Cakruk Pintar itu adalah Taman Bacaan Masyarakat yang berada di wilayah Sleman. Ada yang berbeda dengan kebijakan dan pendampingan yang dilakukan antara kota Yogyakarta dengan Sleman. Tahun 2009, seolah-olah orang yang ada di perpustakaan tidak boleh menyebut dengan TBM, karena TBM itu miliknya Depdiknas.
Dialog kedua, Pak Blasius dan Ratih membicarakan perpustakaan dan kepustakawanan. Bu Afi mengaitkan dengan anekdot Gus Dur tentang banteng. Anekdot tersebut mempunyai pemahaman bahwa banteng yang sangat galak kalah dengan kegalakan Bill Clinton, terkait dengan perkataan Bill Clinton “kalau kamu ngeyel tidak mau minggir, saya titipin di perpustakaan”. Sebegitu menyeramkankah perpustakaan sampai banteng saja takut?. Hal tersebut terkait dengan orang-orang yang “dibuang” di perpustakaan. Jadi, semua itu tergantung dengan persepsi kita masing-masing.
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari buku tersebut, bukan hanya belajar ilmu perpustakaan tetapi lebih kepada memahami kebutuhan masyarakat. Kadang-kadang sebagian orang yang bukan pustakawan agak susah untuk mengubah paradigma bahwa pustakawan itu hanya mengurusi buku dan sangat susah sekali mengatakan perpustakaan itu harus dinamis. Bu Afi sangat merekomendasikan orang lain untuk membaca buku “Perpustakaan untuk Rakyat” tersebut, terlebih untuk orang-orang yang berkecipung di dunia perpustakaan.

Pemateri kedua adalah mbak Ratih guys. Banyak juga lho ilmu dan pengetahuan baru yang aku dapatkan. Untuk lebih jelasnya, please read more yaa :). Pada kesempatan ini, mbak Ratih mengatakan bahwa yang tertulis itu bukan kontennya tapi bagaimana berkolaborasi antara generasi yang masih banyak galaunya dengan bapak Blasius yang sudah mempunyai jam terbang tinggi. Mengenai artikel yang ditulis oleh mbak Ratih mengenai perpustakaan yang ada di Jogja dan Sleman, beliau mengatakan bahwa itu hanya urusan kebijakan. Pada kesempatan tersebut mbak Ratih berharap mahasiswa lebih aktif untuk bertanya.
Faktor yang mendorong mbak Ratih menulis buku sebenarnya ketidaksengajaan menulis buku karena ada waktu libur selama tiga bulan. Sempat magang di perusahaan swasta dan masih mempunyai sisa waktu dua bulan. Setelah itu mbak Ratih ngobrol dengan pak Blasius dan ditawari dua tempat untuk dikunjungi, dan mbak Ratih memilih untuk mengunjungi Jogja. Awal berangkat ke Jogja hanya untuk keliling-keliling. Kemudian pak Blasius menyarankan untuk fokus terhadap TBM yaitu dengan melihat bagaiman perkembangan TBM.
Kesulitannya yang dialami oleh mbak Ratih adalah luasnya TBM yang ada di Jogja, kemudian mbak Ratih datang ke Pak Purwono dan Bu Labibah untuk meminta saran karena mbak Ratih hanya mempunyai waktu selama tiga minggu.

Pemateri yang satu ini yang sangat aku tunggu-tunggu guys. Secara, baru pertama ketemu dan beliau ini sangat memberi inspirasi banyak orang. Hmmbb, langsung aja yuk kita kepo, hehehe. Dialog pertama, menceritakan perpustakaan dengan restoran. finally library is librarian, yang di belakang perpustakaan adalah pustakawan. Pustakawan mempunyai jiwa ruh kepustakawanan. Jika dikaitkan dengan perpustakaan, ada dua tujuan penting pada pembukaaan UUD 1945 terkait dengan dialog buku tersebut, yaitu: kesejahteraan umum, kecerdasan kehidupan bangsa. Kesejahteraan umum harus mensejahterakan pribadi terlebih dahulu. Begitu juga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdasakan hidup pribadi maka kecerdasan hidup bangsa akan tercapai.
4 pilar kepustakawanan:
1.      Pada dasarnya kepustakawanan adalah panggilan hidup.
2.      Kepustakawanan adalah spirit of life.
3.      Kepustakawanan adalah karya pelayanan
4.      Kepustakawanan dilakukan dengan profesional
Kepustakawanan lebih dekat dengan kemampuan, memahami yang mau daripada yang mampu. Kemampuan:
1.      Kepustakawanan harus diajak berfikir kritis
2.      Membaca. Pak Blasius setuju dengan ayat yang ada di Alquran yaitu membaca dunia.
3.      Menulis. Sebagai wujud syukur atas karunia Allah karena dapat berfikir. Wujud syukur tersebut bisa dalam bentuk tulisan, rekaman atau film. Rasa syukur tersebut dapat kita bagi melalui menulis.
4.      Kemampuan enterpreneur. Pustakawan harus mengembangkann kemampuan enterpreneur.
Perpustakaan adalah akumulasi dari recorder culture atau knowledge. Menjawab segala permasalahan yang dipaparkan dibuku tersebut, pak Blasius berpendapat bahwa pendekatan keilmuan harus diperbaiki.
5.      Etika. Etika perlu diajarkan. Example: internet banyak untuk akses pornografi. Lalu bagaimana dengan tugas putakawan itu sendiri?
Interaksi kemampuan dan kemauan, diibaratkan oleh beliau sebagai BRR, yaitu Bright, Right, Rich. Pustakawan itu harus cerdas. Cerdas yang benar itu yang seperti apa? 3 pendekatan yang disampaikan oleh pak Blasius yaitu: soft sklill, kemampuan, pustakawan ideal. Pemahaman tentang sistem yang harus diperbaiki, yaitu: pendekatan sistem, fungsi ruang dan waktu, bilangan tiga.
Library system dan human center yaitu tentang bagaimana kita berbicara tentang manusia. Apabila Bung Karno mengatakan “mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan”, maka pustakawan harus mampu untuk mengantarkan bangsa Indonesia ke gerbang pintu berfikir. Buku Perpustakaan untuk rakyat tersebut mengadaptasi buku Sri Sultan HB IX yang berjudul Tahta untuk Rakyat.
Jika kita tidak bekerja sesuai dengan ilmu kita, bukan berarti kita murtad. Yang penting bagaimana membawa jiwa kepustakawanan tersebut. Jiwa kepustakawananlah yang menjembatani.
Kurang lebih seperti itulah kata demi kata yang dapat kutuangkan disini guys. Semoga bisa menambah referensi dan wawasan untuk kita semua yaa. Ini nih, kalimat terakhir dari pak Blasius buat menutup coretanku ini. Kita perlu berfikir secara sareh, yaitu cerdas dan hening. Perpustakaan adalah jalan sunyi dan berdaki, penuh penantian dan harapan.

Thaks for Your Attention Guys :