Senin, 27 Mei 2013

Penerapan Copyright, Open Access dan Common Creative Writing di Perpustakaan


Oleh : Esti Pratiwi
       Hak cipta atau copyright merupakan hak untuk melindungi budaya. Salah satu jenis budaya adalah budaya menulis yang menghasilkan tulisan. Menulis, tentu saja menggunakan pikiran atau kekayaan intelektual. Maka dari itu, hak kekayaan intelektual termasuk dalam copyright. Selain hak kekayaan intelektual, hak moral juga termasuk dalam copyright. Yang dimaksud hak moral adalah hak moral pencipta. Copyright merupakan hak untuk melindungi karya seseorang dari hasil pemikiran intelektualitasnya. Hak kekayaan intelektual tersebut dapat dialihkan kepada orang lain dan copyright dapat dijadikan sebagai uang. Mengapa copyright dapat dijdikan sebagai uang? Karena salah satu cara menghargai copyright dapat dilakukan dengan memperbanyak karya dari orang tersebut sehingga intelektualitasnya merasa dihargai, yang tentu saja untuk tujuan komersial dan pencipta karya akan mendapatkan royalti dai pihak yang menerbitkan.

           Copyright pada dasarnya adalah hak memperbanyak suatu ciptaan. Copyright tersebut dimiliki oleh pencipta karya tersebut yang dilindungi Undang-Undang. Jadi, copyright bukan permasalahan yang mudah dalam memperbanyak suatu karya. Bisa jadi, orang yang memperbanyak suatu karya dapat dihukum karena keteledoran dalam hal copyright.

           Di Indonesia, hak cipta atau copyright diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dalam Bab I pasal 1 ayat 1 telah dijelaskan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

       Memperbanyak ciptaan untuk kepentingan perorangan atau keluarga, tidak melanggar hak cipta (copyright). Apabila ciptaan diperbanyak untuk kepentingan suatu perusahaan, maka dianggap untuk kepentingan bisnis dan penggunanya tidak lagi dianggap untuk kepentingan pribadi dan ciptaan yang bersangkutan tidak dapat disalin secara bebas.

       Lalu bagaimanakah penerapan copyright di perpustakaan? Perpustakaan sebagai tempat penyedia informasi harus mampu menyediakan informasi dengan teliti. Salah satunya harus memperhatikan permasalahan copyright yang ada di setiap bahan pustaka. Perpustakaan tidak melanggar copyright apabila memperbanyak sebagian atau seluruh ciptaan tetapi tetap mencantumkan penciptanya. Perbanyakan ciptaan tersebut tidak dianggap melanggar copyright karena semata-mata untuk kepentingan pendidikan. Permasalahannya adalah, bagaimana dengan pengguna yang memfotokopi ciptaan yang ada di perpustakaan? Seharusnya ada peraturan yang mengatur batas maksimal pengguna yang ingin memfotokopi ciptaan tersebut. Karena dapat kita lihat, warung fotokopi yang ada di perpustakaan juga untuk kepentingan bisnis karena pengguna harus membayar sejumlah uang untuk biaya pengganti fotokopi tersebut. Maka, seharusnya perpustakaan harus menyadari bahwa dalam pemenuhan informasi untuk pengguna, perpustakaan secara tidak langsung telah melanggar copyright. Hal tersebut tentu saja menjadi permasalahan. Di satu sisi, perpustakaan meelakukan hal tersebut semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Namun, di sisi lain, pihak yang memiliki copyright (pencipta) atau penerbit merasa dirugikan karena seharusnya mereka memperoleh royalti dari hasil perbanyakaan ciptaan tersebut. Perpustakaan seharusnya serius dalam menyikapi hal tersebut yaitu dengan cara membatasi pengguna dalam memfotokopi suatu ciptaan.

Open access atau akses bebas sudah tidak asing lagi di masa kini. Open access muncul karena perkembangan teknologi digital dan banyaknya jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Pada dasarnya, open access merujuk kepada literatur digital yang dapat diakses secara online, gratis dan bebas dari hak cipta atau lisensi. Penyedia open access ada yang menyediakan literatur digital yang orisinil dan ada pula yang menyediakan dalam bentuk salinan. Open access disediakan oleh para penulis yang merelakan tulisan mereka diakses secara bebas oleh orang lain, baik untuk kepentingan pendidikan atau komersial tanpa harus memperoleh perizinan atau terhalang hak cipta karena dalam karya tersebut sudah dituliskan bahwa karya tersebut bebas diakses dan diperbanyak orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau royalti.

Dengan demikian, open access dapat diartikan sebagai ketersediaan artikel-artikel digital yang dapat diakses di internet yang memungkinkan semua orang untuk menelusur, membaca, mengambil, menyimpan, menyalin, menggandakan, mencetak, mengirim maupun menyebarluaskan artikel tersebut kepada umum secara bebas dan tanpa hambatan mengenai biaya, lisensi dan hak cipta.

Di sisi lain, open access mempunyai prinsip yang terkandung di dalamnya. Pertama, pengarang mengizinkan karyanya untuk diperbanyak asalkan untuk kepentingan pendidikan. Kedua, pengarang mempunyai hak eksploitasi karyanya dalam bentuk lisensi yaitu sebagai pengarang yang sah atas karya tersebut, tetapi mengizinkan orang lain untuk menggunakan karyanya untuk tujuan apapun, baik untuk tujuan pendidikan maupun komersial. Ketiga, pengarang menyerahkan hak eksploitasi karyanya kepada penerbit, tetapi dia tetap mempunyai hak sebagai pengarang orisinil yang mengizinkan karyanya diterbitkan kembali atau diperbanyak tanpa melalui persetujuan dari penerbit pertama, asalkan bukan untuk kepentingan komersial.

Open access, dalam perkembangannya saat ini, banyak sumberdaya yang mendukung hal tersebut. Tidak hanya sumberdaya penyedia open access seperti EBSCO dan ProQuest yang melayani langganan jurnal-jurnal ilmiah secara elektronik dan digital, civitas akademika di universitas juga banyak yang telah menghimpun karya artikel atau jurnal ilmiah ke dalam bentuk elektronik dan juga menyediakan akses untuk jurnal ilmiah secara open access.

Hal tersebut tentu saja menjadi pesaing bagi perpustakaan yang notabenenya sebagai penyedia informasi. Pengguna perpustakaan akan beralih dan lebih memilih cara yang praktis dalam memperoleh informasi. Perpustakaan akan sepi karena pengguna banyak yang lebih memilih mengakses jurnal ilmiah melalui internet tanpa datang ke perpustakaan. Maka dari itu, perpustakaan harus berkembang dan peka terhadap hal-hal yang menjadi pesaingnya agar perpustakaan tetap eksis dan pengguna merasa butuh untuk datang ke perpustakaan walaupun berkunjung secara virtual. Menyikapi hal tersebut, perpustakaan harus menyediakan portal untuk mengakses jurnal ilmiah dalam bentuk open access.

Perpustakaan digital merupakan salah satu wujud usaha perpustakaan untuk menyediakan jurnal ilmiah digital secara open access. Hal tersebut tentu saja berperan penting agar perpustakaan tidak mati dan tetap dikunjungi oleh pengguna. Jika hal tersebut terus dilakukan, setidaknya pengguna mengunjungi perpustakaan walaupun secara virtual dan yang paling penting peran perpustakaan sebagai penyedia informasi benar-benar dilaksanakan. Selain itu, pustakawan harus sadar dan mengakui bahwa perkembangan teknologi digital berkembang sangat pesat dan harus diikuti oleh pustakawan. Maka dari itu, pustakawan dituntut untuk menyediakan jasa untuk membantu pengguna dalam memperoleh informasi, salah satunya adalah menyediakan akses jurnal ilmiah secara open access. Tugas pustakawan tersebut adalah mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih, mengolah, dan menyediakan berbagai sumber open access.

Mengingat semua hal tersebut berhubungan dengan teknologi digital dan komputerisasi, pustakawan dituntut untuk menjalin mitra dengan penyedia teknologi informasi. Tidak hanya itu, perpustakaan juga dituntut untuk menyediakan kapasitas pengelolaan teknologi informasi yang memadai. Karena open access ini memang dibutuhkan, perpustakaan digital harus pandai-pandai menyediakan sumber open access tanpa melanggar hak cipta. Seperti yang telah dijelaskan di atas, perpustakaan dapat memperoleh izin langsung dari pengarang untuk mempublikasikan karyanya karena untuk kepentingan pendidikan. Namun, perpustakaan juga harus teliti karena sebagian pengarang sudah melakukan hak eksploitasi kepada penerbit. Semoga hal tersebut dapat menjadi pemikiran bersama, khususnya perpustakaan yang semakin banyak pesaingnya. Diharapkan perpustakaan tetap berperan sebagai penyedia informasi yang paling tepat dan tetap dibutuhkan oleh pengguna. 

          Common creative writing dapat diartikan sebagai mengutip ciptaan orang lain untuk dimuat ke dalam ciptaan sendiri. Ada beberapa syarat yang menentukan ciri-ciri kutipan dan pengaturan penggunaan kutipan. Syarat yang pertama adalah hanya ciptaan yang telah diumumkan yang dapat dikutip. Kaitan yang harus ada antara ciptaan baru (X) dengan ciptaan yang dikutip (Y):
1.      X adalah ciptaan pokok dan Y adalah sekunder.
2.      Terdapat pembagian yang jelas antara bagian X dengan bagian yang dikutip dari Y.
3.      Perlu mengutip Y untuk membuat ciptaan X.
4.      Sedikit mungkin mengutip bagian dari Y.
5.      Bagian yang dikutip Y persis seperti ditulis dalam ciptaan orisinal/asli.
6.      Sumber Y dituliskan dengan jelas.
7.      Kutipan tidak melanggar hak moral pencipta Y.
            Jika syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka ciptaan yang bersangkutan dapat dikutip.
Pengutipan ciptaan biasanya kita jumpai di dalam artikel, jurnal, skripsi, buku dan lain sebagainya.
           
        Dari pemaparan di atas mengenai copyright, open access, dan common creative writing, dapat disimpulkan bawa copyright adalah hak untuk memperbanyak suatu ciptaan, open access adalah ketersediaan sumber di internet yang dapat digunakan oleh siapa saja secara bebas tanpa terhalang biaya, hak cipta atau lisensi. Sementara itu, common creative writing merupakan tata cara mengutip sebuah ciptaan. Semua hal tersebut diterapkan di perpustakaan walaupun dalam kenyataannya belum diterapkan secara tepat.  Dengan demikian, perpustakaan diharapkan mampu menerapkan copyright, open acces dan common creative writing dengan tidak melanggar peraturan yang telah ditetapkan sehingga tersedia informasi yang baik secara isi maupun secara hukum.

Sumber=
Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
HOZUMI, Tamotsu. Asian Copyright Handbook: buku panduan Hak Cipta Asia. ACCU dan Ikapi. 2006.
http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/178-open-acess- . diakses tanggal 22 Mei 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar